Pagi ini, ruang Lab Komputer C , saya, KRSan…
Saya: bu Dwi, ibu gak pake aplikasi social media tah bu?
Ibu: ndak pak (sambil geleng kepala)
Saya: bbm, whatsapp, line, kakaotalk? Ndak blas?
Ibu: tetep geleng2 kepala..
Saya: wow, kenapa bu? Padahal saya yakin ada beberapa promotor (maklum beliau lagi kuliah S3) yang pasti bisa dihubungi lewat whatsapp lo bu? Kan lbh hemat bu..
Ibu: iya betul sih pak, dan bahkan ada beberapa promotor yang baru bersedia dihubungi lewat whatsapp. Dan betul saya menderita untuk itu pak. Tapi meskipun begitu, saya tetep pada keputusan untuk tidak menggunakan social media. Karena menurut saya, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya,kalau saya sih pak…
Saya: hehehe, setuju pool sama ibu. Saya juga mikir gitu kok bu. Sosial media sebagai dampak perkembangan teknologi informasi punya kemampuan untuk mendekatkan yang jauh ya bu. Tapi….di satu sisi…
Jika kita tidak cukup bijak menyikapinya, akan menjauhkan yang dekat kan ya bu. Qt ngobrol dengan teman dan rekan sampai lupa waktu dan lupa tempat, kebawa2 sampai d rumah. Akhirnya, yang dirumah do pateng keleleran dewe2,
Memang harus saya akui, dengan social media atau instant messaging membantu dalam pekerjaan kita (lek kerjo, lek gak?), koordinasi bisa lbh mudah dan lbh cepat dilakukan. Begitu juga dengan sharing information.
Ibu: nah itu dia pak, mangkanya saya gk mau pake, memang ada manfaatnya tp mudharatnya lbh banyak..
Saya: saya dulu bu, facebook on, twitter jalan, bbm nyala, pinterest ada, tumblr juga sempat, line pernah pake juga. Awalnya merasa keren bu, wah jan, gue adalah orang selalu up to date dengan informasi terbaru, follow akun pujaan gue, selalu connected dengan temen2, temen deket, temen sekolah, temen kuliah, sampai temen kerja , jadi kalau ada apa2, gue cepet tau (dalam hati).
Tapi lama kelamaan kok rasanya eneg gitu ya bu? Eneg seperti kalau qt makan nasi pecel gitu. Kali pertama, kedua, masih enaklah, tapi begitu ke sepuluh, ke lima belas (dengan jarak waktu yang relatif sama) mulai ndak enak. Ya semacam hukum Gossen ya bu paling hehehe.
Saya sampai pada titik dimana saya akan mengatakan kepada mereka “wes talah ra sah mok share informasi macem2, malah mbarai aq bingung. Lek aq butuh mben, tak golekane dewelah. Lek aq butuh awakmu, tak hubungi kok”
Belum lagi kemampuan otak saya sendiri (khusus saya sendiri, pernyataan ini tidak mewakili penjelasan tentang kondisi otak salah satu penghuni bumi ini) yang sangat terbatas. Dengan social media sebanyak itu kan berarti “kucuran” informasinya akan deras sekali bu. Akhirnya, gelagepen saya bu hehehe..
Dan mangkellah saya bu, pegel2, saya hapusi social media saya bu, facebook, twitter, bbm, pinterest, dll, kecuali whatsapp bu, saya gk sefrontal ibu sih hehehe…
Inilah obrolan saya dengan temen kerja saya, bu dwi, temen-temen boleh simpulkan sendiri apa pesan dari coretan ini. Boleh fokus kemana-mana. Boleh juga anda simpulkan bahwa kami berdua tak cukup bijaksana dalam bersikap. Tapi setidaknya kami cukup bijaksana untuk tau bahwa kami tidak cukup bijaksana…
“orang bodoh adalah orang yang sangat bodoh untuk tidak menyadari bahwa dirinya bodoh”